Senin, 10 Januari 2011

PERLUNYA PERANAN PEMERINTAH UNTUK MELINDUNGI PERANAN USAHA

Dalam hal ini Pemerintah mengambil peranan yang cukup penting yaitu untuk melindungi peranan usaha baik usaha kecil maupun usaha menengah ke atas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya “persaingan tidak sehat”.Di dalam artikel di sebutkan bahwa UU Usaha Kecil tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan untuk melindungi UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk mengembangkannya.Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah, perlindungan terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU ini menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor ekonomi adalah untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan bagi koperasi dan UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan UKM merupakan unsur yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang tidak adil). Ketika harus memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau perlindungan pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin kita akan memberikan interpretasi: bahwa perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya dengan cara memakai perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU nasional ini adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung usaha besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi kita harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara umum tujuan UU ini adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar persaingan bebas dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan usaha-usaha besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat mempercepat pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan. Hubungan yang terutama dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah sebagai berikut: tujuan utama UU ini adalah meningkatkan keadaan ekonomi melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori pelaku ekonomi mengenai perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara jelas. Apabila pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.) dikembangkan, maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat pertumbuhan UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak dapat dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja (Tambunan 1999)
Wacana regulasi tidak boleh memandang salah satu bentuk/skala usaha sebagai musuh bagi bentuk/skala usaha lainnya. Sabenarnya musuh yang sesungguhnya adalah distorsi pasar dalam bentuk kesewenangan pelaku ekonomi misalnya dalam meningkatkan harga yang mungkin dilakukan oleh perusahaan manapun yang tidak memperhatikan kepentingan konsumen dan produsen. Perusahaan-perusahaan besar sebenarnya tetap harus dipandang tidak akan menjadi penghalang selama mereka memproduksi produk-produk unggul. Tidak masuknya UKM dan koperasi dalam kedua UU ini dapat menjadi peluang bagi adanya penyimpangan. Dalam banyak hal, melindungi UKM dan koperasi dari persaingan justru tidak dapat memabantu pertumbuhan UKM dan koperasi.
Kehadiran UKM yang kuat dalam perekonomian akan menghasilkan dan memungkinkan adanya kondisi pasar yang sesuai untuk mengembangkan dan memelihara persaingan pasar. Ini adalah bagian dari kondisi yang diperlukan untuk membangun persaingan pasar bebas yang adil. Dengan demikian apabila kita tidak mengikutsertakan UKM dan koperasi dalam persaingan bebas, maka kekuatan insentif pasar dari kondisi perekonomian yang sifatnya institusional itu tidak akan terlepas dari pencarian alternatif input dan output terutama pada saat pasar memberi signal perubahan biaya, harga dan hasil berubah-ubah dalam keadaan krisis ekonomi seperti sekarang ini.


Ditengah tuntutan kemampuan bersaing didalam negeri yang masih dilindungi oleh proteksi pemerintah, UKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai bentuk usaha mendorong integrasi pasar antar negara dengan seminimal mungkin hambatan. Berbagai bentuk kerjasama ekonomi regional maupun multilateral sperti AFTA, APEC dan GATT berlangsung dengan cepat dan mendorong perekonomian yang semakin terbuka. Pada kondisi lain, strategi pengembangan UKM masih menghadapai kondisi nilai tambah yang kecil termasuk kontribusinya terhadap ekspor.
Dengan pergeseran yang terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM sesungguhnya mengahadapi situasi yang bersifat double squeze, yaitu [a] situasi yang datang dari sisi internal (dalam negeri) berupa ketertinggalan dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi, dan [b] situasi yang datang dari ekstermal pressure. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang diungkapkan diawal dan juga kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Sedikitnya terdapat tiga keadaan yang membentuk terjadinya kesenjangan antar skala usaha di Indonesia. Pertama, akses usaha/industri besar terhadap teknologi dan menajemen modern jauh lebih besar daripada UKM. UKM masih bertahan pada teknologi dan manajemen yang sederhana bahkan cenderung tradisionil. Bahkan industri menengah yang dalam data BPS digabungkan dengan industri besar masih menunjukkan ciri dan karakter usaha kecil dalam hal akses teknologi dan manajemen usaha. Kedua, akses usaha skala besar terhdap pasar (termasuk informasi pasar) juga lebih terbuka, sementara UKM masih berkutat pada bagaimana mempertahankan pasar dalam negeri ditengah persaingan yang ketat dengan usaha sejenis. Ketiga, kurangnya keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada UKM pada masa lalu yang lebih menjadikan UKM sebagai entitas sosial dan semakin memperburuk dua kondisi diatas.

Untuk masa mendatang dengan tantangan globalisasi ekonomi dan persaingan bebas, struktur yang timpang dan kesenjangan akses ini tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Tidak ada jalan lain bagi Indonesia selain melakukan reformasi struktur usaha yang ada saat ini. Dalam konteks reformasi ini, menjadi sangat relevan untuk diberi ruang gerak yang longgar guna mengejar ketertinggalan namun juga dengan strategi yang tepat.
Dari sisi external pressure, liberalisasi perdagangan – melalui penurunan tarif maupun penghapusan quota - , kondisi pasar akan bergerak dari kurang kompetitif (karena besarnya intervensi dan praktek monopoli, oligopoli dan monopsoni) ke arah pasar yang lebih kompetitif. Dalam kondisi yang demikian, UKM akan terdorong untuk menuju pada efisiensi penggunaan input (least cost argument). Liberalisasi perdagangan seharusnya juga membuka peluang bagi perluasan pasar produk UKM itu sendiri melalui kemunculan insitusi yang secara spesifik ditujukan untuk membuka dan memperluas akses pasar UKM. Diantara bentuk institusi yang dinilai mampu memainkan fungsi tersebut adalah penguatan trading house sebagai piuntu saluran ekspor produk UKM dan pola subkontrak(Tambunan dan Seldadyo, 1996)
Namun demikian, tidak seluruh UKM dapat memanfatkan situasi pasar yang demikian untuk menembus pasar yang lebih luas atau bersaing dalam pasar yang semakin global. Sebagian besar UKM adalah perusahaan yang independen termasuk dalam memasarkan produknya. Sementara, dalam perdagangan bebas, sebenarnya tidaklah mudah bagi UKM yang independen untuk masuk pada pasar ekspor. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa : [i] tingkat kompetisi yang tinggi juga muncul dari UKM yang berada salam pasar output yang sama, dan [ii] adanya kelemahan inherent yang melekat dalam UKM itu sendiri. Dalam kondisi ini, kendati peluang pasar yang lebih terbuka menjadi lebih luas, liberalisasi perdagangan tidaklah otomatis dapat membantu UKM, bahkan justru menjadi ancaman bagi UKM. Disinilah dirasakan pentingnya peran pemerintah maupun institusi penopang untuk mendongkrak kinerja UKM.
Menumbuhkan Usaha Menengah untuk Mendorong Kinerja UKM.
Salah satu strategi untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang terjadi adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat dalam bangunan struktur industri. Strategi mengembangkan usaha menengah ini praktis banyak dilupakan sejalan dengan kuran diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan pengembangan UKM. Pengalaman masa lalu dan sampai saat ini menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan usaha besar (melalui UU Perseroan Terbatas) dan kebijakan Usaha Kecil (melalui UU usaha Kecil) lebih jelas dan terarah, sementara usaha menengah dibiarkan berkembang sendirian. Penempatan usaha menengah baik dalam kebijakan maupun penyediaan informasi cenderung bias. Kementerian Koperasi dan UKM sejak dulu menempatkan kebijakan dan pengembangan usaha menengah menyatu dengan usaha kecil. Sementara Badan Pusat Statistik dalam menyajikan data pada sektor industri menyatukan industri menengah dengan industri besar.
Diskursus mengenai peran usaha menengah dalam konteks persaingan global bahkan muncul di Eropa. Inggris mulai mengkhwatirkan produktivitasnya yang sedikit lebih rendah dari Perancis dan Germany dan hampir sama dengan Jepang. Kondisi produktivitas relatif rendah ini dirasakan sangat tidak menguntungkan dimasa depan. Untuk mengejar ketertinggalan ini dalam produktivitas ekonomi, dirasakan strategis menggerakkan usaha menengah dengan menelaah kembali tingkat inovasi dan kemampuan UM dalam pasar global. Di Indonesia, apa yang terjadi menjelang, saat krisis dan periode pemulihan dalam dinamika jumlah usaha menunjukkan bahwa jumlah industri menengah cenderung tetap sementara industri kecil dan besar mengalami fluktuasi. Pertanyan yang muncul dalam kestabilan jumlah ini adalah ternyata kinerjanya tetap tidak bisa mendekati usaha besar.
Perlu disadari bahwa peranan usaha menengah di masa depan, sangat strategis dalam kemampuan innovasi dan kemampuan manajemen didalam proses industrialisasi (termasuk produktivitas) pada perekonomian pulau (island economy) seperti Indonesia. Usaha menengah diharapkan bia memainkan tig peran penting dalam reformasi struktur bangunan usaha dan pengembagan UKM. Peran yang diharapkan adalah : [1] sebagai motor penggerak (work horse) bagi pertumbuhan dunia usaha melalui produktivitasnya, [2} sebagai gerbong penarik usaha kecil untuk berkembang dan “naik kelas” menjadi usaha menengah, dan [3] sebagai wahana transfer teknologi dan business knowledge bagi usaha kecil dalam persaingan bebas. Akan tetapi, sampai saat ini, belum mengetahui mengapa populasi usaha menengah menjadi sangat tipis jumlahnya, adalah bagaimana mendorong dunia UM agar tumbuh. Hipotesa yang muncul dalam fenomena jumlah usaha menengah yang kecil adalah bahwa struktur pasar usaha menengah adalah sangat distorsif dan kurang kompetitif.
Di dalam proses industrialisasi, peranan usaha menengah sangat dibutuhkan, baik untuk mempercepat proses industrialisasi maupun meningkatkan produktivitas ekonomi. Studi empiris pada sektor industri (sebagai gambaran riil competitiveness) menunjukkan bahwa usaha menengah memiliki beberapa keunggulan untuk bersaing di pasar. Analisis terhadap data dari tahun 1996 sampai 2000 menunjukkan bahwa produktivitas per tenaga kerja industri menengah bahkan mengungguli industri besar. Industri menengah juga lebih mampu mengantisipasi perubahan pasar yang terjadi daripada industri besar. Faktor inilah yang menyebabkan industri menengah relatif lebih stabil dalam mengahdapi krisis meskipun masih sangat mengandalkan permintan dalam negeri untuk omsetnya. Dari komposisi industri menengah yang ada, industri makanan, industri tekstil dan pakaian jadi serta industri bahan dari kayu menjadi primadona industri menengah. Dari komposisi ini terlihat bahwa dengan dukungan efisiensi, industri menengah mampu untuk bersaing dipasar global.
Secara riil, tanpa bermaksud mengabaikan kinerja usaha kecil, pada kelompok UKM, usaha menegahlah yang lebih memiliki potensi dan kemampuan untuk bersaing dipasar global. Potensi dan kemampuan melakukan inovasi yang berbasis pada skill, penguasan teknologi, SDM dan akumulasi kapital yang dimiliki usaha menengah lebih baik dari usaha kecil. Demikian pula kemampuannya dalam akses pasar, informasi dan sumber permodalan. Sementara dukungan fleksibilitas dalam merespon pasar membuat usaha menengah lebih tangguh bertahan dalam hantaman badai krisis daripada usaha besar. Sehingga dalam konteks persaingan bebas bagi UKM, mengedapankan usaha menengah dengan meningkatkan efisiensi dan daya inovasi yang dimiliki serta mendorong kemampuan berkompetisi menjadi layak untuk dikedepankan.
Peranan usaha menengah dalam hal ekspor memang masih rendah dibanding usaha kecil. Namun dengan posisi strategisa dan peran yang dimainkan, keunggulan yang dimiliki yang masih bisa dioptimalkan, usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor pengambangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini dikarenakan potensi teknologi dan sumberdaya manusia yang jauh lebih tinggi dari usaha kecil dan mikro. Efisiensi memang menjadi hal yang tidak bisa ditawar mengingat perubahan yang terjadi pada tatanan pasar dunia khususnya sasaran ekspor produk Indonesia (Eropa, Amerika Serikat dan jepang) yang semakin banyak menghadapi kendala akibat peta politik dan keamanan. Indonesia bukan hanya menghadapi situasii tersebut tapi juga bersaiang dengan raksasa Cina yang bukan hany mengancam pasar ekspor, tapi juga pasar dalam negeri.
Namun pengembangan usaha menengah ini masih belum didukung oleh kebijakan dukungan bagi usaha menengah yang hanya bersandarkan pada satu peraturan pemerintah sebgai payung kebijakan. Dalam aras kebijakan pengembangan usaha, juga terddapat grey area dalam pengembangan usaha menengah.Kementerian Koperasi dan UKM lebih menitikberatkan pada pengembangan usaha kecil dan mikro. Sementara Departemen Perindustrian juga lebih memfokuskan pada pengembangan industri besar disatu sisi dan industri kecil disisi lain dengan “sedikit mengabaikan” posisi dan peranan usaha menengah.

2 komentar:

  1. bagaimana upaya pemerintah melindungi usaha kecil dan menengah?

    BalasHapus
  2. bagaimana upaya pemerintah melindungi usaha kecil dan menengah?

    BalasHapus